MAKALAH PEMILU DI INDONESIA.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, berkat rahmat
dan hidayah Allah SWT., akhirnya saya dapat menyelsaikan tugas makalah yg diberikan
oleh bapak guru, adapun materi yang kami tulisa ialah tentang “sejarah pemilu di indonesia”.
Saya pun menyadari bahwa
sebagai manusia memiliki keterbatasan, tentu hasil kerja saya ini tidak mungkin
luput dari kekurangan. Dengan semangat amar makruf dan upaya saya senantiasa
pemikiran anda sebagai kontribusi sehingga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Semoga Allah meridai hasil kerja saya. Amin ya rabbal ‘alamin.
Manna ,4 desember 2013
M.Rahamadan A. LATAR
BELAKANG DAFTAR ISI
Kata pengantar........................................................................................
Daftar Isi....................................................................................................
Bab I Pendahuluan
1. Latar belakang.............................................................................
2. Pemasalahan................................................................................
3. Tujuan............................................................................................
Bab II Pembahasan
1. sejarah pemilu di indonesia....................................................
Bab III Penutup
1.Kesimpulan...................................................................................
BAB 1
PENDAHULUA
A.
LATAR BELAKANG
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik
Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Mana kedaulatan sama dengan makna
kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi
wewenang membuat keputusan.
Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara
Republik Indonesia adalah suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi
kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara implesit
dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.
Hal
yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi
masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum,
politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama “ semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna
membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan .” ini adalah
prinsipnya.[1]
Salah satu bentuk dari hal tersebut ialah semua warga
terlibat aktif dalam pelaksanaan pemilihan umum ( PEMILU ) . Pengertian pemilu
itu sendiri adalah menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
B. POKOK
PERMASALAHAN
1.
Bagaimana
sejarah pemilu ?
2.
Bagaimana
sistem pemilu di Indonesia ?
C. TUJUAN
PERMASALAHAN
1. Mengetahui pengaturan dan
pelaksanaan pemilu dalam beberapa kurun waktu.
2. Mempelajari pergulatan politik
dalam rangka sistem pengaturan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pemilu
1.
Pemilu tahun 1955
Ini
merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu
Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat
minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia
benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan tersebut.
Keterlambatan
dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab pula. Ada kendala yang bersumber
dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber
penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan
pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk
mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan
negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap
pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara
teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing
yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.
UU
No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi payung hukum Pemilu
1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan
demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun
1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR
tidak berlaku lagi.
Beerdasarkan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tsb, maka pada bulan Septamber 1955 telah
dilakukan Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI), selanjutnya dalm bulan Desember 1955 telah pula
diselenggarakan Pemilihan Umum, umtuk memilih anggota-anggota Konstituante;
yang pelantikannya dilakukan pada hari tanggal 10 November 1956.
2.
Pemilu Tahun 1971
Sampai
Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret
1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan
sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian
dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun
menyelenggarakan pemilu. Malah tahun 1963 MPRS yang anggotanya diangkat
menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup.
Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat
tersalurkan lewat pemilihan berkala.
Ketika
Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung
Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya
menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah
Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa
diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh
Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan
diselenggarakan dalam tahun 1971.
Pada
prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang
berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu
ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang
diterapkan Presiden Soekarno.
UU
yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD. Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU No. 15
Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR
dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.
Dalam
hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu
1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15
Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan.
Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi
jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi.
Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai
terbuang percuma.
3.
Pemilu Tahun 1977
Setelah
1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu
ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah
itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu
teratur dilaksanakan.
Satu
hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak
Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini
terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha
menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai
Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau
PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau
Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997
pesertanya hanya tiga tadi.
Pemungutan
suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti
dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan.
Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93
persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11
persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4
kursi dibandingkan Pemilu 1971.
4. Pemilu Tahun 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982
dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini
perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal
merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil
diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10
kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar
meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu
ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu 1971.
5. Pemilu Tahun 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987
diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air.
Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen.
Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu
sebelumnya.
6. Pemilu Tahun 1992
Cara pembagian kursi untuk Pemilu
1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan
suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan
banyak orang. Sebab, perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan
Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen,
pada Pemilu 1992 turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen.
Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun
dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi dibanding pemilu sebelumnya.
7. Pemilu Tahun 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara
pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama
dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara
diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada
Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara
pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41.
Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43
kursi dari hasil pemilu sebelumnya.
8. Pemilu Tahun 2004
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 Appril 2004 untuk memilih 550
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD
Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
9. Pemilu tahun 2009
9. Pemilu tahun 2009
A. Penetapan Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD dan
DPRD
Berdasarkan
Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD, maka penetapan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD dan
DPRD dilaksanakan pada tanggal 19 April – 12 Mei 2009. Penetapan hasil Pemilu
anggota DPR, DPD dan DPRD telah disahkan dalam Keputusan KPU Nomor
392/Kpts/KPU/2009 tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR dalam Pemilu
Tahun 2009 dan Keputusan KPU Nomor 380/Kpts/KPU/2009 tentang Penetapan Calon
Terpilih Anggota DPD dalam Pemilihan Umum Tahun 2009. Penetapan hasil Pemilu
secara nasional, baik untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota dilakukan oleh KPU pada tanggal 9 Mei 2009. Penetapan hasil
Pemilu secara nasional meliputi perolehan suara 38 parpol untuk Pemilu Anggota DPR termasuk 6 parpol lokal di
Provinsi NAD untuk Pemilu Anggota DPRD serta perolehan masing-masing calon yang
diajukan oleh 38 parpol untuk Pemilu Anggota DPR. Perolehan suara dari seluruh
parpol (38 parpol) untuk Pemilu Anggota DPR di 77 daer- ah pemilihan sebanyak
104.048.118 suara sah. Dari 38 Parpol yang memenuhi ambang batas perolehan
suara sebanyak 2.601.203 untuk dapat diikutsertakan dalam pembagian 560 kursi
DPR, sebanyak 9 parpol yaitu Partai Hanura, Partai Gerindra, PKS, PAN, PKB, Partai
Golkar, PPP, PDIP, dan Partai Demokrat. Penetapan hasil Pemilu secara nasional
untuk anggota DPD meliputi perolehan suara dan peringkat suara masing-masing
calon untuk tiap daerah pemilihan/provinsi yang telah ditetapkan oleh KPU
berdasarkan Keputusan KPU Nomor 255/Kpts/KPU/Tahun 2009. Sebelum KPU melakukan
penetapan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD secara nasional maka terlebih
dahulu KPU melakukan tabulasi nasional pemilu (TNP) secara elekro- nik yang
ditayangkan di Hotel Borobudur dari tanggal 7 – 21 Mei 2009. Setelah
berlangsung dua minggu akhirnya KPU menutup tabulasi nasional pemilu.
Rekapitulasi penghitungan suara dilaksanakan secara terbuka, namun tidak semua
pihak dapat memasuki ruang rapat pleno rekapitulasi dilaksanakan. Hanya anggota
KPU, anggota KPU Provinsi, saksi, pengawas Pemilu yang diizinkan masuk ruang
rekapitulasi. Komisi Pemilihan Umum tanggal 24 Me 2009, menetapkan anggota DPR
dan DPD terpilih hasil Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009. KPU menetapkan
560 anggota DPR-RI dari 9 Parpol yang lolos ”parliamentary treshold” dan 132
anggota DPD terpilih dari 33 Provinsi seluruh Indonesia. Penetapan anggota DPR
dan DPD terpilih itu dibacakan langsung oleh Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary AZ
dan dihadiri saksi dari 9 Parpol dan anggota KPU dari 33 Provinsi. Menurut
Hafiz Anshary, selain penetapan anggota DPR, KPU juga menjelaskan mekanisme
penetapan sisa kursi dan sisa suara yang ditarik ke provinsi. Mengenai calon
terpilih dari sisa kursi dan sisa suara di tingkat provinsi telah dibahas oleh
KPU dengan masing-masing saksi Parpol dalam rapat tertutup tanggal 23 Mei 2009.
Dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 kewajiban KPU hanya menetapkan perolehan suara
nasional. Namun mengingat sehari kemudian pendaftaran pasangan Calon
Presiden/Wakil Presiden telah dibuka, KPU akhirnya menetapkan pula perolehan
kursi pada 9 Juni 2009, sebab syarat dukungan untuk pengajuan pasangan calon
presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah perolehan kursi 20 persen
atau perolehan suara 25 persen.
Pemilihan Umum Anggota DPR
Pemilihan Umum Anggota DPR
dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan diikuti oleh 24 partai
politik. Dari 124.420.339 orang pemilih terdaftar, 124.420.339 orang (84,07%)
menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%)
dinyatakan sah.
Pemilihan
Umum Anggota DPD
Pemilihan Umum Anggota DPD
dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak, dengan peserta pemilu
adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan
sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004
Aturan
Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta
Pemilihan Umum Anggota DPR 2009. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum
dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari
setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden. Apabila tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama
Pemilu putaran pertama
diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5 pasangan calon.
Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dari
153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak
pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah.
Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka
diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang
memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.
Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Putaran Kedua
Pemilu putaran kedua diselenggarakan
pada tanggal 20 September 2004, dan diikuti oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan
hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari
150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak
pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemilu di Indonesia di ada kan 8 kali yaitu pada tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 dan 2004.
Pemilu tahun 2004 diadakan 2 kali
putaran untuk pemilihan Presiden dan wakil presiden. Pemilu putaran pertama
diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5 pasangan calon dan
pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, dan
diikuti oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan
pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar,
116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara,
114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah.
Pemilu pada umum nya mengenal 2
sistem yaitu sistem distrik dan sistem proporsional, tapi itu hanya istilah
bagi orang-orang awam. 2 sistem yang sebenarnya adalah sistem Single Member
Constituency ( SMC, atau konstituensi beranggota tunggal ) dan Multi Member
Constituency ( MMC, konstituensi beranggota banyak ). Prinsip dasar yang
pertama adalah menetapkan wilayah untuk perhitungan suara. Jadi wilayah
nasional ditentukan terlebih dahulu, apakah sebagai satu unit perhitungan suara
atau masih dibagi bagi lagi.
MAKALAH PEMILU DI INDONESIA.
Reviewed by HI
on
6:59 AM
Rating:

sumber?
ReplyDelete